Jumat, 16 Januari 2015

Nasib dan Niat

Alloh swt berfirman kepada Nabi Musa as;

"Wahai Musa jadilah engkau seperti burung yg sendirian, memakan dari makanan yg berada diatas pohon yg tinggi, minumlah dari air yg jernih, apabila masuk waktu malam hari, burung tersebut masuk kedalam sarangnya tanpa memikirkan makanan untuk esok harinya..."


Filosofi burung untuk bertawakkal kpd Alloh swt atas rizqinya...


Nabi saw bersabda; Ada 2 kelompok manusia yg ditanya oleh Alloh setelah kematiannya.


Orang pertama ditanya oleh Alloh swt;wahai engkau, apa yg kau inginkan dr pekerjaanmu usahamu di dunia sehingga Aku takdirkan engkau menjadi orang kaya???



Orang tsb menjawab;Ya Alloh aku bekerja keras agar ketika aku mati anak istriku tidak menjadi orang miskin karena memiliki banyak harta yg aku tinggalkan.



Alloh menyatakan;karena engkau tidak percaya akan rizqi dariKu, Aku akan membuat anak2mu saling berebut dari harta yg kamu tinggalkan sehingga engkau susah sedih di akhirat karena sebab ulah anak-anakmu.


Orang yg kedua juga ditanya oleh Alloh dng pertanyaan yg sama,dia pun menjawab;aku bekerja ya Alloh hanya sebagai jalan sebab utk mendapatkan rizqiMu, sedangkan anak istriku, aku pasrahkan kepadaMu ya Alloh,



Alloh pun menyatakan wahai hambaKu,karena engkau berpasrah kpdKu, Aku Alloh yg akan menjaga anak istrimu, bersenanglah-senanglah engkau diakhirat, dan anak istrimu-pun akan bersamamu dlm kenikmatan akhirat jika Aku telah tentukan mereka wafat.



Suatu saat Malik bin Dinar berjalan dengan seorang temannya, di tengah padang pasir, dlm keadaan kehausan Malik bin Dinar melihat sekelompok kijang berkumpul disatu tempat ditengah padang pasir, maka beliau-pun berfikir pasti segerombolan kijang tsb tengah meminum di-oase. Setelah beliau hampiri,ternyata segerombolan kijang tersebut meminum dari sumur.



Aneh...bagaimana segerombolan kijang tsb meminum dr sumur sedangkan airnya berada dibawah, pikir Malik bin Dinar & ternyata air dr sumur tsb naik keatas.Beliau memohon kpd Alloh, agar memberi petunjuk kenapa air disumur tsb naik keatas.



 Alloh mendatangkan seorang budak hitam kpd beliau & sang budak tsb berkata;

wahai Malik bin Dinar, kawanan kijang tsb mendatangi sumur dng tawakkal kpd Alloh, maka Alloh-pun mengangkat air dr dalam sumur shg kijang2 tsb dpt meminum air dr dlm sumur yg sdh terangkat airnya...



Wahai Malik bin Dinar, jika engkau bertawakkal kpd Alloh swt utk mendapatkan rizqiNya seperti kawanan kijang tsb, niscaya Alloh-pun akan memberikan kepadamu rizqi dr sisiNya...



سُبْحَانَ اللَّهِMudah-mudahan bermanfaat. 

diambil dari : abdkadiralhamid@2014

Kamis, 15 Januari 2015

Sayyidu wa Maulay

Sayyidu Wa Maulay …

Spiritualismemu sungguh tingkat tinggi
engkau bahkan mampu mencintaiku jauh sebelum aku terlahir
engkau menggadaikan sakaratul mautku bahkan sebelum aku menua

bolehkah aku melihatmu?
barangkali setelah melihat aku bisa mencintaimu
sebab..., daya tampung hatiku tak sanggup menderai cinta tanpa indra
lagipula..., apakah cinta tanpa indra? apakah suka tanpa mata?
aku sungguh tak tau itu....

katanya kau begitu rupawan, keringatmu wangi, benarkah?
kabarnya rambutmu ikal, hitam berkilau hingga pundak, begitukah?
kata mereka kau sangat sopan, hingga pedang dapat kau patahkan dengan senyuman.. mustahilkah?

aku lebih mengenalmu hanya dari kata mereka, atau paling jauh dari kitab lusuh yang samaknya hampir habis termakan rayap...
benarkah kau seperti kata mereka ? atau jauh lebih indah ?

aku tau hari ini kelahiranmu juga kata mereka,
meskipun aku tidak benar - benar yakin memang tanggal inikah kau terlahir ke alam fana..
lalu apa yang hendak kuberikan, pada mahluk yang tidak benar - benar kukenal?

apakah kau menghendaki kado seperti manusia jaman sekarang?
apa kau menungguku membawakan lilin untuk kau tiup seperti tradisi manusia _ yang entah siapa yang memulainya?

mungkin memang aku tidak benar - benar mencintaimu...
aku hanya rindu ... rindu wajahmu yang kutau dari halusinasiku..
aku hanya rindu ... padamu - Sayyidu wa Maulay Muhammad Ibn Abdullah SAW


januari, 2015 , jogja

Nasihat Usang

Nasihat Usang…

“tidak semua masalah harus kau simpan kedalam dada
Pun demikian pula terhadap harta yang kau merasa punya
Keduanya timbul sebab tertawannya raga
Keduanya ada sejak tertitipnya indera”

“bukankah dahulu…. Kau tidak butuh itu semua ?
Bukankah yang lalu… kau bahkan tak mengenal masalah juga harta ?
Bukankah saat itu, jauh sebelum wajahmu menjadi suram, kau bahagia sedemikian adanya ?

Dan apabila … dan itu pasti aku dan kamu akan menuju kesana
Bilamana kau kembali kesana ? akankah kedua mahluk tersebut kau bawa serta ?
Jika aku dan kamu sepakat bahwa mereka tidak juga menyerta kesana…
Lalu untuk apa masalah dan harta memenjarakanmu kali ini, disini berhari – hari ?

Akupun terpenjara olehnya … akupun terbuai gelimangnya …
Namun hanya karena aku tidak mampu melepaskannya, bukan berarti aku berharap semoga kau juga mengalaminya …
Aku tau hatimu lebih luas dari cakrawala , relung jiwamu lebih dalam dari penjara dajjal
Kau akan sanggup mengatasi itu semua … tidak padaku yang kebetulan tak seputih rohmu…

Rasakan desah kabut malam yang menggigilkan sanubari…
Tajamkan pandanganmu pada sinar fajar berpendar …
Lekas temukan hakikat hidup disana …

Sementara aku … aku tak mampu mengikutimu
Derap nafasku kian lengah … tak mampu membelakangi bayangangmu kesana…
Mungkin aku hanya akan menjadi bangkai…
Menjadi tumbal duniawi yang tamak dan dipenuhi belatung…
Memilih menjadi abdi munafik yang takut menyambut kebenaran …

Sementara kamu … kamu adalah cahaya …
Kamu adalah karang yang gagah berani memecah ombak…
Kamu adalah pedang yang mampu membelah kapas tanpa mengubah gerak angin disekitarnya…

Lekaslah kesana … dan memang tempatmu disana …
Bukan disini …

Jogja, januari 2015


Ibu

Ibu
berjalan tertatih, dengan luka yang terus kau bawa lari
duka perih tak terperi, tak juga kau peduli
balutan jarit lusuhmu kian lapuk oleh peluhmu yang terus mengucur
melewati rongga kenyataan yang harus kau jalani, sendiri

engkau lebih memilih memikul status janda ditinggal mati
daripada dihantui rasa nelangsa jika anak anakmu berayah tiri
engkau lebih memilih mengasuh kami seorang diri
meskipun itu berarti , beban dari kami kau pikul sendiri

engkau adalah wakil Tuhan dibumi
sedang kami adalah anak – anak iblis yang malang
yang merasa enggan bersujud bersimpuh di bawah kakimu
hanya karena merasa kami sudah tidak butuh lagi gendonganmu
engkau tua renta dan hampir habis dimakan zaman
sedang kami adalah panah – panah masa depan, gilang gemilang

tiba – tiba dadaku sesak , mataku nanar perih tertahan
melihatmu kini keriput beruban, lesuh dan rabun
gambaran masa kecil yang mengengek di pangkuanmu kini terjabar
jelas terlihat di depanku, menghapus segala ego dan kecongkakanku

ibu, terimalah anakmu kembali
ijinkan aku mengusap peluh dan lukamu yang pedih
perkenankan aku untuk memikul bebanmu
pundakmu sudah lapuk dan bernanah ibu, istirahatlah….
Maaf ibu, kepulanganku terlambat …

Jogja, 22 desember 2014




Tahun Baru

Tahun baru ? Desember ? Januari ? awal tahun ? bulan ? jam ? detik ?
Siapa pula yang menuntut manusia untuk mematuhi peraturan penamaan satuan waktu tersebut?

Dahulu, sebelum bilangan masehi tercipta
Lalu apa yang manusia lakukan kala itu
Ketika menghadapi matahari tenggelam, terbit lagi, terus tenggelam dan terbit kembali begitu seterusnya ?
Apakah mereka menjadi hilang hanya karena tidak terpenjara satuan waktu masehi?

Dahulu, sebelum manusia mengenal jam bulan tahun,
Bagaimana cara mereka menentukan kapan untuk intropeksi
Atau kapan untuk dimulainya berpesta?
Apakah berdasarkan siang yang agak mendung ataukah malam yang lebih kabur ?

Dahulu… sebelum waktu tercipta
Ya … dahulu kala.. bahkan sebelum ada kata dahulu dan kala … apakah manusia ?
Apakah waktu ?
Dalam lacur kebingungan dan keterasingan.....



Mampukah Akal ?

Dapatkah akal menjangkau kitab suci yang berkata Tuhan menciptakan dunia dan seisinya ini hanya 6 hari? Manusia, laut, bumi, langit, seisinya?

Mampukah akal mengkalkulasi bagaimana caranya 5 orang pemuda, bersama anjing piaraannya, dapat tertidur selama lebih dari 300 tahun lamanya?


Bisakah akal, dengan segala kemampuan indrawinya, mengungkapkan seorang ibrahim gagal terbakar api, seorang isa lahir tanpa pergumulan nafsu seorang ayah, seorang muhammad berjalan menaiki tangga langit hanya dalam waktu semalam, atau bahkan Sulaiman yang sanggup menangkap keluhan semut rangrang? Bisakah?


Apakah akal dapat meyakini bahwa kelak entah terjadi di tahun masehi keberapa, semua manusia, bumi dan seisinya dikabarkah musnah tanpa bekas? kembali menjadi abu seperti awal mula kejadian kehidupan, kabarnya…


Mungkin hanya soal waktu, kelak akal tetap dapat menjangkau segala kabar berita yang kebanyakan manusia enggan bahkan takut untuk menyebutnya “absurd”


Dahulu manusia hanya ingin terbang layaknya burung bul – bul, kini akal telah mampu merekayasa dengan dibuatnya jet tempur hingga finish mendahului burung, hewan yang menginspirasi akal untuk terbang…


Dahulu akal seakan tidak dapat menerima, bagaimana muhammad dengan menjijikan mencelupkan lalat kedasar gelas yang terisi air, dan ternyata kini akal sepakat jika sisi sayap lalat yang beracun, juga terdapat penawar di sisi sayap sebelahnya…


Tiba – tiba pintu didobrak, dengan muka merah padam dan pentungan di tangan Ia berujar : “ jangan sekali – kali kau berfikir demikian, itu perilaku kafir !! dan darah kafir adalah halal untuk dibunuh “


Setelah itu terdengar pekikan kalimat Tuhan dari urat lehernya yang hampir putus karena kerasnya, seketika itu aku hanya diam, kusulut “tegesan” batang rokok sisa kemaren, sembari menunggu Ia selesai berbicara sepuasnya…


Setelah puas mengeluarkan ayat – ayat dari Tuhannya dia yang dibawa oleh nabinya, Ia justru bingung melihatku hanya diam saja tanpa membalas, setelah rokokku hampir mencapai garis merk akupun berujar :


“wahai…, bukankah wahyu pertama yang diterima nabimu dari Tuhannya adalah “bacalah” ? dan bukankah Ia sesungguhnya adalah orang paling jujur sezamannya namun tidak bisa membaca dan menulis?


Apakah Tuhannya demikian bodoh dengan menyuruh kesayangan – Nya untuk membaca, padahal Tuhan sudah pasti paham jika Ia tidak dapat membaca? “


Orang tadi hanya diam, diambilnya bangku lusuh hampir reyot disampingnya, serta diletakkannya pentungan yang mungkin hendak ditebaskan ke kepalaku yang dianggapnya kafir agar tercurah segala isi kekafiran yang ada dikepalaku, kini rona wajahnya sudah memudar merah padamnya, tiba – tiba Ia berujar : “ maksudmu?”


Kini justru aku yang kaget demi perubahan sikapnya yang semula meledak – ledak, dalam hitungan menit menjadi bingung dan terlihat benar – benar ingin mengetahui makna dibalik ungkapanku, sejujurnya akupun sama sekali tidak paham dengan yang kuucapkan, akupun juga sedang dalam perselingkuhan diantara akal dan roh untuk mengerti alasan ungkapnku tadi…


Tapi aku beranikan untuk meneruskan kata – kataku : “Jika Tuhan benar – benar paham apa yang Dia ciptakan, dan Nabimu benar – benar seorang yang buta aksara, mungkinkah wahyu “bacalah” adalah ungkapan yang artinya tidak sesimple membaca aksara arab mengingat wahyu itu turun di tanah arab?”


“Jika mungkin demikian, apakah “bacalah” berarti menbaca pertanda, atas apapun saja segala kejadian yang telah tertelan waktu, atau membaca apapun saja sepersekian detik ini, saat ini.., atau bisa jadi membaca pertanda hal kejadian yang mungkin akan menimpa ?”


“Dan jikapun sangkaanku sementara ini benar adanya, tidakkah membaca pertanda hanya mampu ditanggung jawabkan hanya kepada mahluk yang mempunyai akal dan nafsu? Seperti kita? Dapatkan hewan di bebankan tanggung jawab tersebut? Dapatkah gunung, samudra, batu karang, debu, udara, api, bahkan malaikat sekalipun diserahi tanggung jawab membaca pertanda tersebut? Sedang kita tau wahyu itu tidak turun kecuali kepada nabi, mahluk sebangsa kita?”


Belum sempat aku meneruskan, Ia serta merta memotong pembicaranku, kali ini matanya demikian tajam merobek mukaku, : “ kenapa Anda bicara panjang lebar dengan selalu memakai kata “mungkin” ?, terlebih Anda berujar “jika mungkin sangkaanku benar” , apakah Anda sedang berpidato mempertanyakan keabsahan kitab suci tanpa alasan yang jelas? Sehingga Anda memakai kata “mungkin” agar terhidar dari tanggung jawab atas pemikiran Anda yang murtad itu?”


“Wahai…, aku memakai kata mungkin karena memang baru sampai situlah akalku bekerja, aku bahkan belum yakin apakah akalku menuntunku pada kebenaran yang mutlak, sedangkan akalku masih terus mencari jawaban atas kegelisahanku itu, yang kerap membuatku mengabaikan saran dokter untuk tidur 8 jam sehari, dan kata sangkaan adalah kata yang paling pas sebab semua itu memang sekedar sangkaan akalku saja, sedangkan aku masih heran sendiri dengan apa dan untuk siapa akalku bekerja, aku kerap memaksa akal ini untuk berhenti memikirkan hal – hal yang bisa saja tidak semua orang memikirkannya, karena memang sesungguhnya pertanyaan itu adalah pertanyaan orang bodoh yang kurang kerjaan”


“tapi ternyata bahkan aku sendiri tidak mampu memerintah akalku untuk berhenti memikirkan hal yang menurut kebanyakan orang remeh tersebut, hingga sampai pada tahap kesimpulan sementara, ya.. baru sementara , bahwa akalku barangkali ada yang memiliki, sebuah energi, entah apa dan bagaimana, yang berkuasa atas apapun saja kehendak akalku berfikir”


Dan diantara rona kebingungan namun masih sedikit menyisakan kecurigaan yang culas Ia berkata : “ Siapa Kau sebenarnya ? “